Sabtu, 04 April 2020

CONTINUOUS ONE PIECE FLOW


One-piece flow (juga biasa disebut sebagai continuous flow manufacturing) adalah teknik yang digunakan untuk memproduksi komponen dalam lingkungan seluler. Sel adalah area di mana segala sesuatu yang diperlukan untuk memproses bagian itu mudah dijangkau, dan tidak ada bagian yang diizinkan untuk pergi ke operasi berikutnya sampai operasi sebelumnya selesai. Tujuan dari one piece flow adalah untuk membuat satu bagian pada satu waktu dengan benar setiap saat tanpa gangguan yang tidak terencana dan tanpa waktu antrian yang panjang.
One-piece flow menggambarkan urutan produk atau aktivitas transaksional melalui proses satu unit pada satu waktu. Sebaliknya, produksi batch menciptakan sejumlah besar produk pada satu waktu - mengirimkannya bersama melalui setiap langkah operasional. Dalam one-piece flow, fokusnya adalah pada produk atau pada proses transaksional, bukan pada menunggu, mengangkut, dan menyimpan keduanya. Metode one-piece flow membutuhkan waktu penggantian pendek dan kondusif untuk sistem “pull”.  One-piece flow adalah inti dari lean manufacturing, karena dapat mempersingkat lead time yaitu waktu yang diperlukan mulai dari material hingga menjadi barang jadi. Selain itu juga dapat mencapai tujuan yang lain yaitu kualitas terbaik, cost terendah, dan delivery yang tersingkat.

Perbandingan One – Pice Flow dan Batch Production
Ilustrasi berikut menunjukkan dampak pengurangan ukuran batch ketika membandingkan aliran batch dan one-piece.

Perbedaan waktu antara kedua sistem aliran ini sangat besar. Sistem one-piece flow menghemat 18 menit untuk batch yang sama sebanyak 10 buah. Dengan sistem ini dapat diproduksi 3 kali lebih banyak daripada sistem batch dan antrian. Selanjutnya, potongan pertama sedang dalam proses hanya 3 menit. Sistem atau operator dapat memeriksa bagian segera di setiap proses (A, B dan C).

Kelebihan dan Kekurangan Metode One-Piece Flow
Kelebihan dalam menerapkan metode continuous one-piece flow:
  1. Dapat di peroleh tingkat biaya produksi per unit (unit production cost) yang rendah, apabila dihasilkannya produk dalam volume yang cukup besar dan produk yang di hasilkan distandarisasi.
  2. Dapat dikuranginya pemborosan — pemborosan dari pemakaian tenaga manusia ,terutama karena sistem pemindahan bahan.
  3. Biaya tenaga kerja (labor cost) rendah , karena jumlah tenaga kerjanya yang sedikit dan tidak memerlukan tenaga yang ahli (cukup yang setengah ahli) dalam pengerjaan produk yang dihasilkan.
  4. Biaya pemindahan bahan didalam pabrik juga lebih rendah, karena jarak antara mesin yang satu dengan mesin yang lain lebih pendek dan pemindahan tersebut digerakkan dengan tenaga mesin (mekanisasi).
Kekurangan dalam menerapkan metode continuous one-piece flow:
  1. Terdapat kesukaran untuk menghadapi perubahan produk yang di minta oleh konsumen atau pelanggan. Jadi proses produksi seperti ini khusus untuk menghasilkan produk-produk yang permintaan (demand) nya besar dan stabil, serta style produknya tidak mudah berubah.
  2. Proses produksi mudah terhenti, karena apabila terjadi kemacetan di suatu tempat/tingkat proses (di awal, di tengah atau di belakang), maka kemungkinan seluruh proses produksi akan terhenti yang di sebabkan adanya saling hubungan dan urut-urutan antara masing-masing tingkat proses.
  3. Terdapat kesukaran dalam menghadapi perubahan tingkat permintaan, karena biasanya tingkat produksi (rate of production) nya telah ditentukan, sehingga sangat kaku (rigid).


Menggunakan sistem tarik untuk mengontrol produksi saat aliran kontinu (Continuous Flow) tidak sampai tahap upstream. Ada kalanya beberapa area dalam value stream dimana continuous flow tidak mungkin diimplementasikan sementara pengelompokan diperlukan. Ada beberapa alasan yang bisa menyebabkan hal ini terjadi diantaranya: 
  1. Beberapa proses yang memang dirancang untuk beroperasi dalam waktu siklus yang sangat cepat atau bahkan sangat lambat dan butuh change over untuk melayani famili produk sekaligus.
  2. Beberapa proses, seperti proses yang terdapat pada supplier, memiliki letak yang jauh sehingga pengiriman satu produk dalam satu waktu menjadi tidak realistis.
  3. Beberapa proses memiliki terlalu banyak lead-time atau sangatlah tidak masuk akal untuk menggabungkan secara langsung antara proses yang satu dengan proses yang lain dalam satu continuous-flow.




Marton. M, Paulova. I. (2005): One Piece Flow - Another View On Production Flow In The Next Continuous Process Improvement, Institute of Industrial Engineering, Management and Quality, 30-34.

Issue dalam Menerapkan One Piece Flow, diperoleh melalui situs http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/38003/Chapter%20II.pdf?sequence=4. Diunduh pada tanggal 16 Februari 2019.
Kelebihan dan Kekurangan One Piece Flow, diperoleh melalui situs internet: http://indahstyleajhaok.blogspot.com/2010/10/pengantar-manajemen- produksi.html. Diunduh pada tanggal 16 Februari 2019.

TOYOTA PRODUCTION SYSTEM (TPS)

Hasil yang paling nyata dari upaya Toyota mencari keunggulan adalah filosofi manufaktur yang disebut Toyota Production System (TPS). TPS merupakan evolusi besar dalam proses bisnis yang efisien setelah sistem produksi massal yang diciptakan oleh Henry Ford, dan telah didokumentasikan, dianalisis, dan diekspor ke perusahaan-perusahaan di berbagai industri di seluruh dunia. Di luar Toyota, TPS sering kali dikenal sebagai “lean” atau “lean production”. Untuk menjadi sebuah perusahaan manufaktur yang lean diperlukan suatu pola pikir yang terfokus pada membuat produk mengalir melalui proses penambahan nilai tanpa interupsi (one-piece flow), suatu sistem “tarik” yang berawal dari permintaan pelanggan, dengan hanya menggantikan apa yang diambil oleh proses berikutnya dalam interval yang singkat, dan suatu buadaya dimana semua orang berusaha keras melakukan peningkatan secara terus-menerus. Toyota telah mengidentifikasi 8 jenis pemborosan yang tidak menambah nilai dalam proses bisnis atau manufaktur, yang akan dijelaskan dibawah ini.
  1. Produksi berlebihan. Memproduksi barang-barang yang belum di pesan, akan menimbulkan pemborosan seperti kelebihan tenaga kerja, kelebihan tempat penyimpanan dan biaya transportasi yang meningjkat karena adanya persediaan barang berlebihan.
  2. Waktu (menunggu). Para pekerja hanya mengamati mesin otomatis yang sedang berjalan, derdiri menunggu langkah proses selanjutnya , alat pasokan komponent berikutnya, atau menganggur saja karena kehabisan material, keterlambatan proses, mesin rusak, dan Bottleneck (sumbatan) kapasitas.
  3. Transportasi yang tidak perlu. Membawa barang dari proses (WIP) dalam jarak yang jauh. Menciptakan angkutan yang tidak efisien, memindahkan material, komponent, barang jadi ke dalam atau keluar gudang atau antar proses.
  4. Memproses secara berlebih atau memproses secara keliru. Melakukan langkah yang tidak di perlukan untuk memproses komponen, melaksanakan pemrosesan yang tidak efisien karena alat yang buruk, menyebabkan gerakan yang tidak perlu dan memproduksi barang cacat.
  5. Persediaan berlebih. Kelebihan material atau barang dalam proses jadi menyebabkan ”Lead time” yang panjang. Menyembunyikan masalah seperti tidak keseimbangan produksi,keterlambatan pengiriman dari pemasok, product cacat, mesin rusak dan waktu setup yang panjang.
  6. Gerakan yang tidak perlu. Setiap gerakan karyawan yang mubajir saat melakukan pekerjaan seperti, mencari, meraih, menumpuk komponent, alat dan lain sebagainya. Berjalan juga merupakan pemborosan.
  7. Memproduksi produk cacat.
  8. Kreativitas karyawan yang tidak dimanfaatkan.



Sumber :
Liker, Jeffrey. 2004. The Toyota Way: 14 Prinsip Manajemen dari Perusahaan Manufaktur Terhebat di Dunia. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Ergonomi Makro


Pendekatan ergonomi makro dibangun berdasarkan pedoman ergonomi mikro dan berkonsentrasi pada pengenalan, integrasi, dan pemanfaatan teknologi. Tujuan dari ergonomi makro adalah untuk mengoptimalkan fungsi (yaitu keselamatan dan efisiensi) dari sistem sosioteknik yang dimaksudkan tidak hanya melalui peningkatan peralatan, lingkungan kerja, workstation, metode kerja, pekerjaan, dll. Tetapi juga dengan mempertimbangkan teknologi sebagai penentu dari desain organisasi. Populasi pengguna akhir adalah budaya dan atribut psikososial, yang memainkan peran kendala dalam proses optimisasi multi-variabel dan dinamis, juga predikat karakteristik yang diperlukan dari sistem manajerial dan kontrol yang sesuai (lih. Meshkati, 1989).
Makroergonomi dapat diterapkan pada sistem sosioteknik yang lebih luas atau 'organisasi yang paling kompleks', 'organisasi sangat kompleks' dan 'organisasi kompleks' (Kleiner dan Booher 2003).

Perbandingan Ergonomi Mikro dan Makro
Ergonomi mikro difokuskan pada tingkat sistem manusia-mesin dan berkaitan dengan desain kontrol individu, display, dan workstation. Ini termasuk studi tentang keterampilan psikomotorik, kapasitas dan kompleksitas kognitif, pengambilan keputusan manusia, pemrosesan dan kesalahan informasi, dll.
Sebagai perbandingan, ergonomi makro difokuskan pada tingkat keseluruhan sistem teknologi orang dan berkaitan dengan dampak sistem teknologi pada sistem organisasi, manajerial, dan personalia (Hendrick, 1987a, 1987b).

Contoh Penerapan
Contoh penerapan ergonomi mikro pada suatu kasus diantaranya yaitu mendesain ruang control beserta display-nya, menganalisis human error, level instrumentasi dan otomasi pabrik, training, dan lain-lain.
Contoh penerapan ergonomi makro pada suatu kasus diantaranya yaitu menganalisis efek dari variabel budaya, masalah organisasi dan manajerial, dan lain-lain.

Sumber:
Kleiner. M, Hettinger. L, Dejoy. D, Huang. Y dan Love. P. (2015): Sociotechnical attributes of safe and unsafe work systems, Ergonomics, 58:4, 635-649.
Meshkati. N. (1989): An Etiological Investigation Of Micro- And Macroergonomic Factors In The Bhopal Disaster: Lessons For Industries Of Both Industrialized And Developing Countries, International Journal of Industrial Ergonomics, 4, 161-175.