Jumat, 06 Desember 2013

MENJAWAB PANGGILAN ALLAH TEPAT WAKTU

Hiruk pikuknya kehidupan dunia, dan sibuknya manusia bekerja, sering membuat kebanyakan orang melalaikan tugasnya sebagai hamba Allah, yakni meninggalkan sholat dengan alasan sibuk kerja.

Realita menyedihkan seperti ini banyak kita jumpai dimana-mana. Para petani sibuk dengan sawah ladangnya. Para pegawai sibuk dengan tugasnya. Para guru sibuk mengajar. Para mahasiswa sibuk belajar. Para pekerja ringan dan berat sibuk dengan pekerjaannya. Ibu rumah tangga sibuk dengan tugas rumah. Para pedagang sibuk dengan jual-belinya. Intinya, banyak diantara mereka yang terlena dengan dunia dan aktifitasnya, lalu lupa dengan sholatnya dan sujudnya di hadapan Allah. Padahal suara adzan dan waktu sholat telah tiba.

Awal shalat ditandai dengan berkumandangnya azan, tetapi sering kita temukan, baik itu di pasar, dikantor, atau tempat-tempat lain masih saja mereka yang mengaku umat muslim sibuk dengann urusannya masing-masing. Mereka tidak bergegas memenuhi panggilan azan untuk shalat, bahkan ada juga dari mereka yang benar-benar melalaikan sholat lima waktu.

Shalat di awal waktu adalah amalan yang paling utama di sisi Allah.Dari Abdullah Ibnu Mas’ud, ia berkata: “Aku bertanya kepada Rasulullah tentang amalan yang paling utama, beliau menjawab: “Shalat di awal waktunya.” (HR. Imam Al Bukhari dan Muslim)

Dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda : “…Seandainya orang-orang mengetahui pahala azan dan barisan (shaf) pertama, lalu mereka tidak akan memperolehnya kecuali dengan ikut undian, niscaya mereka akan berundi. Dan seandainya mereka mengetahui pahala menyegerakan shalat pada awal waktu, niscaya mereka akan berlomba-lomba melaksanakannya. Dan seandainya mereka mengetahui pahala shalat Isya dan Subuh, niscaya mereka akan mendatanginya meskipun dengan jalan merangkak.” (HR. Bukhari).

Dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Salah seorang di antara kalian senantiasa (terhitung) di dalam shalat selama ia tertahan oleh shalat, tidak menghalanginya untuk kembali kepada keluarganya kecuali shalat” (HR Muslim).

Dalam hadis lain diungkapkan, “Sesungguhnya salah seorang di antara kalian (terhitung) di dalam shalat selama tertahan oleh shalat sedang para malaikat mendoakan mereka: ‘Ya Allah, ampunilah dia; ya Allah rahmati dia, selama dia tidak berdiri dari tempat shalatnya atau berhadas (batal wudhunya)”. (HR. Bukhari).

Rasulullah SAW. telah menjelaskan bahwa shalat menghapus kesalahan. “Bagaimana pendapatmu jika ada sungai di depan pintu rumah di antaramu, mandi di sana lima kali sehari, apakah masih ada daki di tubuhnya?” Mereka menjawab, “Tidak ada, ya Rasulallah.” Sabda Nabi, “Itulah perumpamaan shalat lima waktu, Allah menghapus kesalahan dengan shalat.” (Bukhari dan Muslim)

Berikut beberapa hadits dari Rasulullah SAW tentang kafirnya orang yang meninggalkan shalat, antara lain:
Hadits Jabir r.a. berkata: Rasulullah saw. bersabda, “Batas antara kufur dengan seseorang adalah shalat.” (Muslim, Abu Daud, At Tirmidziy, Ibnu Majah, dan Ahmad)
Hadits Buraidah, berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Perjanjian antara kami dengan mereka adalah shalat. Barangsiapa yang meninggalkannya, maka ia kafir.” (Ahmad dan Ashabussunan)
Hadits Abdullah bin Syaqiq Al-‘Uqailiy, berkata, “Para shahabat Nabi Muhammad saw. tidak pernah menganggap amal yang jika ditinggalkan menjadi kafir selain shalat. (HR. Tirmidzi, Hakim, dan menshahihkannya dengan standar Bukhari Muslim)

Allah SWT telah menetapkan waktu setiap shalat fardhu, dan memerintahkan kita untuk berdisiplin memeliharanya. Firman Allah : “……Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.” (QS.An Nisa: 103). Dan waktu shalat adalah:
Hadits Ibnu Mas’ud, bahwa Rasulullah SAW shalat shubuh pertama di awal waktu (hadits shahih)
Shalat zhuhur, waktunya sejak tergelincir matahari dari pertengahan langit, sehingga bayangan benda sama dengan aslinya. Disunnahkan mengakhirkannya ketika sangat panas, dan di awal waktu di selain itu. (HR. Bukhari dari Anas r.a)
Shalat ashar, waktunya sejak bayangan benda sama dengan aslinya, di luar bayangan waktu zawal, sampai terbenam matahari. Disunnahkan melaksanakannya di awal waktu, dan makruh melaksanakannya setelah matahari menguning. Shalat ashar disebut shalat wustha.
Shalat maghrib, waktunya sejak terbenam matahari, sehingga hilang rona merah. Disunnahkan melaksanakannya di awal waktu. Hadits Rafi’ bin Khudaij, “Kami shalat maghrib bersama Rasulullah saw., ketika selesai shalat di antara kami masih melihat letak sandalnya.” (HR.Muslim) dan diperbolehkan mengakhirkannya selama belum hilang rona merah di langit.
Shalat Isya’ waktunya sejak hilang rona merah sehingga terbit fajar. Disunnahkan mengakhirkan pelaksanaannya hingga tengah malam. Diperbolehkan juga melaksanakannya setelah tengah malam, dan makruh hukumnya tidur sebelum shalat isya’. Berikut beberapa hadits nya:
Waktu Isya’ secara fiqih dimulai sejak berakhirnya waktu Maghrib sepanjang malam hingga dini hari. Dasarnya adalah ketetapan dari nash/teks yang menyebutkan bahwa setiap waktu shalat itu memanjang dari berakhirnya waktu shalat sebelumnya hingga masuknya waktu shalat berikutnya, kecuali shalat shubuh. Dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Seandainya aku tidak memberatkan umatku, aku perintahkan mereka untuk mengakhirkan/ menunda shalat Isya` hingga 1/3 malam atau setengahnya.” (HR Ahmad, Ibnu Majah dan Tirmizi).
Dari Anas bin Malik ra. bahwa Rasulullah SAW menunda shalat Isya` hingga tengah malam, kemudian barulah beliau shalat.” (HR Muttafaqun Alaihi).
Dari Jabir ra berkata, “Dan Rasulullah SAW melakukan shalat isya’ terkadang diakhirkan dan terkadang di awalnya. Bila beliau melihat jamaah telah berkumpul, maka isya’ dipercepat dan bila mereka datang lebih lambat, maka shalat Isya diakhirkan… (HR Bukhari dan Muslim).

Dari Jabir bin Abdillah r.a, bahwa Rasulullah SAW. kedatangan Malaikat Jibril a.s., dan berkata, “Bangun lalu shalatlah”, maka Rasulullah SAW shalat zhuhur ketika matahari bergeser ke arah barat. Kemudian Jibril a.s. datang kembali di waktu ashar dan mengatakan, “Bangun dan shalatlah.” Maka Rasulullah SAW. shalat ashar ketika bayangan benda sudah sama dengan aslinya. Kemudian Jibril a.s. mendatanginya di waktu maghrib ketika matahari terbenam, kemudian mendatanginya ketika isya’ dan mengatakan bangun dan shalatlah. Rasulullah shalat isya’ ketika telah hilang rona merah. Lalu Jibril mendatanginya waktu fajar ketika fajar sudah menyingsing. Keesokan harinya Jibril datang waktu zhuhur dan mengatakan, “Bangun dan shalatlah.” Rasulullah shalat zhuhur ketika bayangan benda telah sama dengan aslinya. Lalu Jibril mendatanginya waktu ashar dan berkata, “Bangun dan shalatlah.” Rasulullah saw. shalat ashar ketika bayangan benda telah dua kali benda aslinya. Jibril a.s. mendatanginya waktu maghrib di waktu yang sama dengan kemarin, tidak berubah. Kemudian Jibril mendatanginya di waktu isya’ ketika sudah berlalu separuh malam, atau sepertiga malam, lalu Rasulullah shalat isya’. Kemudian Jibril mendatanginya ketika sudah sangat terang, dan mengatakan, “Bangun dan shalatlah.” Maka Rasulullah shalat fajar. Kemudian Jibril a.s. berkata, “Antara dua waktu itulah waktu shalat.” (Ahmad, An-Nasa’i dan Tirmidzi. Bukhari mengomentari hadits ini, “Inilah hadits yang paling shahih tentang waktu shalat.)

Meskipun shalat tidak diwajibkan kecuali kepada muslim yang berakal dan baligh, tetapi shalat dianjurkan untuk diperintahkan kepada anak-anak yang sudah berumur tujuh tahun. Dan dipukul jika tidak mengerjakannya setelah berusia sepuluh tahun. Ini agar shalat menjadi kebiasaannya. Seperti dalam hadits, “Perintahkan anakmu shalat ketika berusia tujuh tahun, dan pukullah ia jika berusia sepuluh tahun, pisahkan tempat tidur mereka.” (Ahmad, Abu Daud, dan Hakim, yang mengatakan hadits ini shahih sesuai dengan persyaratan Imam Muslim)

Ibadah yang dijadikan Allah sebagai barometer hisab amal hamba-hamba-Nya di akhirat, adalah shalat “Awal hisab seorang hamba pada hari kiamat adalah shalat. Apabila shalatnya baik maka seluruh amalnya baik, dan apabila buruk maka seluruh amalnya buruk.” (HR. At-Thabrani)

Azan yang berkumandang adalah panggilan dari Allah untuk kita, agar kita segera menunaikan kewajiban kita kepada-Nya, yaitu shalat, kita diciptakan-Nya untuk mengabdi kepada-Nya, seperti yang tertulis dalam firman-Nya disurah Adz Dzariyat ayat 56 : ”Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku/mengabdi kepada-Ku”

Apabila kita menunda-nunda shalat, maka secara tidak langsung kita telah menyuruh Allah untuk menunggu kita, pantaskah kita melakukannya?? Menyuruh Tuhan yang menciptakan kita dan memenuhi semua hajat kebutuhan kita untuk menunggu kita, disaat Ia memanggil kita untuk menunaikan kewajiban kita pada-Nya? Pantaskan kita menyuruh-Nya menunggu kita menyelesaikan pekerjaan dan atau urusan duniawi kita terlebih dahulu? Sedangkan, yang sebenarnya adalah, kemapuan kita bekerja, beraktifitas, berkarya, itu semua adalah karena Karunia dan Kemurahan-Nya? Dan bukankah kita masih bisa tetap berada didunia ini, juga atas ijin-Nya? Lalu mengapa masih ada dari kita yang bila Allah memanggil untuk menunaikan kewajiban kita pada-Nya, kita sering menunda-nunda memenuhi panggilan-Nya? Bahkan yang paling parah, ada dari kita yang benar-benar melalaikan kewajiban kita pada-Nya karena sibuk mencari dunia.

Saat azan berkumandang, janganlah kita katakan kepada shalat, “Aku sedang sibuk,” tetapi katakanlah kepada kesibukkan kita, “Waktu shalat telah tiba!” Mari kita semua mulai membiasakan diri untuk shalat pada awal waktu, tunaikanlah shalat pada waktunya. Janganlah memajukkan waktu shalat karena kita sedang menganggur, dan jangan menundanya karena kita sedang sibuk.

Sekarang mari kita tanyakan dengan jujur pada diri kita sendiri, sudahkah kita benar-benar mengupayakan untuk selalu shalat diawal waktu shalat? Bila belum, usahakanlah untuk melaksanakannya dengan sepenuh hati. Percayalah, bila kita melakukannya dengan tulus ikhlas karena Allah, maka hal tersebut akan membawa perubahan besar dalam hidup kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar