Apa kata MEREKA ???
v Awwab (ITENAS)
Taqlid itu kan meniru. Jadi kalau taqlid buta itu
meniru buta. Kalau menurut Aku taqlid boleh-boleh saja untuk tahap awal dalam
beribadah tapi sambil terus mencari ilmunya dalam artian perintah Allah dan
contoh dari Rasul. Misalnya kita belajar shalat, itu kan awalnya cuman ikutin
atau menuruti orang tua. Tapi kan nanti terus belajar. Kalau misal ibadahnya
sudah benar lanjutkan, tapi kalau ternyata itu gak pernah diperintahkan ya
berhenti. Intinya kalau mau ibadah harus tau sumbernya dulu jelas atau tidak,
jangan cuman asal tiru-tiru aja.
Bagaimana sikap kita untuk menghadapi orang yang
taqlid buta? Kewajiban kita sebagai umat muslim itu saling mengingatkan kalau
ada yang salah. Kalau misalkan kita sudah mengingatkan tapi tetap gak mau menerima
pendapat orang lain yaudah. Tapi harus terus berusaha untuk mengingatkan. Cara
yang paling tepat yaitu kita harus lebih mendalami ilmu tentang persoalan itu,
jadi kita bisa menjelaskan lebih mendalam kepada orang lain. Jangan sampai kita
terus mengajak dengan cara dan omongan yang sama. Semuanya harus bertahap.
v Sofyan (ITB)
Taqlid
itu bisa diartikan mengikuti pendapat seseorang. Dan pelakunya disebut
muqollid. Taqlid buta sendiri adalah mengikuti pendapat seseorang tanpa peduli
pendapat itu benar atau salah, dan menganggap apapun pendapat yang diungkapkan
oleh orang tersebut adalah benar. Sebenarnya taqlid bagi seseorang yang
memiliki kemampuan untuk mencari kebenaran itu kurang ahsan, apalagi taqlid
buta. Seseorang yang taqlid buta cenderung menyalahkan sesuatu yang tidak
sejalan dengan pemikirannya.
Wallahu a'lam
Wallahu a'lam
v Harun
(UGM)
Menurutku ya aneh aja kalau masih ada orang yang
taqlid buta, soalnya kan sekarang ada internet, sekolah, mesjid sama pesantren
dimana-mana, masa iya itu orang gak pernah belajar ilmunya.
v Windhi (ITENAS)
Taqlid
buta itu mengikuti sesuatu yang gak tau asalnya dari mana, apa itu benar atau
tidak, yang penting mengikuti. Yang pasti kita harus kritis ketika menghadapi suatu hal. Intinya jangan
iya-iya aja. Semua harus ada sumber yang jelas. Ketika disuruh atau dianjurkan
sesuatu, harus tau darimana dalilnya biar kita tidak taqlid. Harus mau terus
belajar dan belajar, jangan puas dengan satu sumber.
v Firda (ITENAS)
Taqlid
buta itu 11-12 sama “keras kepala”, sama-sama bertahan dengan pendapatnya
sendiri. Untuk menghadapi orang yang taqlid buta kita harus pake cara khusus.
v Asep
(Unsud)
Taqlid
buta itu haram karena fanatik terhadap satu golongan tertentu. Apapun yang
terjadi selalu membela golongannya walaupun da salah, atau ikut-ikutan sesuatu
tanpa ilmu dan hukum yang jelas atau mengagungkan ulama. Taqlid buta itu bahaya
karena dapat memecah belah umat Islam. Bukannya membela Islam tapi malah
membela golongan.
v Mista
(Dosen PAI)
Taqlid
buta itu meniru pendapat orang lain tanpa mengetahuisumber hukumnya atau
referensinya.Taqlid buta dalam Islam dilarang apalagi dalam masalah aqidah
hukumnya haram.
Apa sih
Taqlid itu?
Dari
sudut agama taqlid ialah tindakan mengikuti suatu pendapat tanpa
mengetahui dalil atau hujah di sebaliknya. Orang yang
melakukan taqlid digelar muqallid. Dalam Ensiklopedia Islam
Rashid Rida rahimahullah menerangkan: Taqlid ialah mengikuti
pendapat orang yang dianggap terhormat atau terpercaya dalam masyarakat tentang
suatu hukum syari‘at Islam tanpa memerhatikan benar atau salah, baik atau
buruk, manfaat atau mudarat hukum yang diikuti tersebut.
"Taqlid
Buta" adalah suatu sifat yang sangat buruk, rendah dan tercela, yaitu
ketika seseorang mengikuti orang lain tanpa dalil dan argument yang jelas, kuat
dan logis, baik dalam hal ibadat, maupun dalam hal adapt istiadat. Baik yang diikuti
itu masih hidup, ataupun sudah mati. Baik kepada orang tua dan nenek moyang,
maupun kepada bangsa lain. Sifat inilah yang disandang orang-orang kafir dan
dungu, dari dahulu kala hingga pada zaman kita sekarang ini, dimana mereka
menjalankan ibadah mereka sehari-hari berdasarkan taqlid buta dan mengikuti
lampah dan perbuatan nenek-nenek moyang mereka yang tidak mempunyai dalil dan
argument sama sekali. Allah Swt berfirman:"dan apabila dikatakan kepada
mereka (orang-orang kafir dan yang menyekutukan Allah Swt): "ikutilah
semua ajaran dan petunjuk yang telah Allah turunkan". Mereka
menjawab:"kami hanya mengikutisegala apa yang telah dilakukan oleh
nenek-nenek moyang kami". Padahal nenek-nenek moyang mereka itu tidak
mengerti apa-apa dan tidak juga mendapat hidayah (dari Allah Swt)". (Qs.
Al Baqarah: 170).
Pembagian Taqlid
Taqlid seseorang kepada orang lain -dalam hal apa pun- dibagi menjadi empat bagian, yaitu:
1. Taqlid seorang alim kepada alim lainnya.
Menurut penilaian akal sehat
adalah suatu perbuatan yang jelek dan tidak terpuji, karena tidak ada alasan
bagi orang yang telah mengetahui (alim) tentang suatu masalah bertaqlid kepada
orang lain yang juga mengetahui permasalahan yang sama. Oleh karena itu,
seorang mujtahid tidak dibenarkan dan tidak dibolehkan bertaqlid kepada
mujtahid lainnya.
2. Taqlid seorang jahil kepada jahil lainnya.
Bodoh dan tidak mempunyai ilmu pengetahuan kepada orang jahil yang
sama. Sudah tentu akal sehat menilai perbuatan semacam ini sangat buruk dan
tidak logis. Bagaimana mungkin orang yang bodoh bertaqlid kepada orang yang
bodoh pula. Hal ini tidak ada bedanya dengan orang buta yang berkata kepada
kawannya yang juga buta pula:"peganglah tanganku dan tuntunlah aku menuju
kesuatu tempat di sana".
3. Taqlid seorang alim kepada seorang jahil.
Taqlid semacam ini adalah paling buruk dan hinanya perbuatan di
mata masyarakat umum dan bahkan menurut penilaian anak kecil sekali pun. Mana
mungkin orang yang dapat melihat dengan baik mohon bantuan untuk dituntun ke
suatu tempat kepada orang yang buta matanya.
4. Taqlid seorang jahil kepada seorang alim dan Ahli Ilmu.
Hal ini sangatlah wajar dan logis. Bahkan menurut akal sehat
memang begitulah seharusnya, yaitu orang yang awam dan bodoh diharuskan
bertaqlid dan mengikuti saran-saran, nasihat-nasihat, fatwa-fatwa dan jejak
langkah ahli ilmu. Dalam hal ini, agama pun -terutama madzhab Ahlul Bait As-
sangat menekankan dan mewajibkannya. Taqlid semacam ini tidaklah dikategorikan
sebagai taqlid buta yang memang sangat dicela oleh akal sehat dan Al Qur'an Al
Karim. Contoh taqlid keempat ini tidak ada bedanya dengan seorang awam yang
terkena penyakit tertentu berkonsultasi dan berobat kepada seorang dokter
spesialis di bidangnya Itu.
Dalil-dalil syar’i yang shahih,
yang menjelaskan dan menegaskan dilarangnya taqlid buta :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا
تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ
سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya
dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui” [Al-Hujurat : 1]
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا
اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الأمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ
فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ
بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلا
Hai orang-arang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul(Nya), dan
ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang
sesuatu, maka kembalikanlah Ia kepada Allah (AlQur ‘an) dan Rasul (sunnahnya),
jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian Yang demikian itu
lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya” [An-Nisa :59].
اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ
أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَمَا أُمِرُوا إِلا
لِيَعْبُدُوا إِلَهًا وَاحِدًا لا إِلَهَ إِلا هُوَ سُبْحَانَهُ عَمَّا
يُشْرِكُونَ
Mereka menjadikan orang-orang alimnya, dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan
selain Allah, dan (juga mereka mempertuhankan) Al Masih putra Maryam; padahal
mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan (yang
berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan. [AtTaubah :31]
HUKUM TAQLID
Taqlid
terbagi menjadi tiga ketegori sebagaimana dikatakan oleh Al-Imam lbnul Qayyim
dalam kitabnya i’lamul Muwaqqi’in 2/187:
(1)
Taqlid yang diharamkan,
(2)
Taqlid yang diwajibkan, dan
(3) Taqlid yang dibolehkan.
Kategori yang pertama iaitu taqlid yang
diharamkan terbagi menjadi tiga bahagian:
[a]. Taqlid kepada perkataan nenek moyang
sehingga berpaling dari apa yang diturunkan Allah.
[b]. Taqlid kepada orang yang tidak diketahui bahwa dia harus diambil perkataannya.
[c]. Taqlid kepada perkataan seseorang setelah tegak hujah dan dalil yang menyelisihi perkataannya.
[b]. Taqlid kepada orang yang tidak diketahui bahwa dia harus diambil perkataannya.
[c]. Taqlid kepada perkataan seseorang setelah tegak hujah dan dalil yang menyelisihi perkataannya.
Mengapa Taqlid Buta Harus Ditinggalkan?
Terdapat
beberapa sebab penting umat Islam harus berusaha menjauhkan sikap taqlid. Diantaranya:
v Taqlid menghilangkan keindahan Islam dan keyakinan
ibadah. Seorang muqallid tidak merasai keindahan agama yang
dianutinya dan jauh sekali daripada merasai kepuasan dalam beramal ibadah.
Wahbah al-Zuhaili berkata:
Mengetahui hukum syara' di bidang fiqh tanpa dalil dan hujah tidak
akan menimbulkan kepuasan fikiran dan kenikmatan jiwa serta tidak akan
melahirkan ketenangan kepada mereka yang berilmu dan orang yang menuntut ilmu.
Dengan kata lain ilmu yang disertakan dengan dalil akan
mengeluarkan seseorang daripada ikatan taqlid buta yang dicela oleh al-Qur'an kepada
ikutan dalam keadaan sedar dan mengetahui seperti yang disyaratkan oleh
imam-imam yang kita terima ilmu pengetahuan daripada mereka.
Selain itu, dalil dan hujah merupakan roh kepada fiqh.
Mempelajarinya adalah menjadi latihan dan pendidikan akal serta dapat memupuk
bakat orang yang mempunyai ilmu di dalam bidang ini.[ Fiqh dan
Perundangan Islam, jld.
1, ms. xliv.]
v Bertaqlid menjatuhkan manusia ke tahap yang
sangat rendah. Ini kerana Allah Subhanahu
wa Ta‘ala membezakan antara
manusia dan haiwan dengan kurniaan akal sebagai satu alat yang menganalisa,
mengkaji dan berfikir. Apabila manusia menolak penggunaan akal dengan
bertaqlid, dia menolak satu-satunya ciri khas yang membedakannya dengan hewan.
Kata-kata al-Sya’rani rahimahullah menjelaskan lagi hakikat ini:
Sikap menyerah kepada pendapat para imam mujtahid adalah tindakan
kelas orang yang paling rendah padahal yang saya (al-Sya'rani) menghendaki
dengan kitab ini adalah apa yang melebihi daripada itu. Seorang muqallid harus
tahu bagaimana imam yang diikutinya memahami suatu ayat atau hadis dan
bagaimana cara imam tersebut mengambil hukum dari sumber pokoknya.[ al-Mizan
al-Kubra, jld. 1, ms. 36.]
v Taqlid menimbulkan sikap taksub mazhab kerana
orang yang bertaqlid kepada satu
mazhab, maka mazhab itu menjadi keyakinan dirinya sendiri. Sukar untuk dia
melepaskan mazhabnya kerana dia tidak tahu apa yang betul dan apa yang salah
berbanding dengan mazhab atau pendapat yang lain.
Sebaliknya yang yang sentiasa
mengkaji ajaran mazhab akan memiliki sikap terbuka lagi toleran kerana dia
sedia mengetahui kewujudan perbezaan pendapat di antara mazhab.
v Taqlid menyebabkan para pengikut mazhab tidak
dapat membedakan antara ajaran asli mazhabnya dan ajaran adat tradisi yang
telah bercampur aduk. Sebagai contoh, umat Islam Malaysia umumnya mengakui
bahawa apa yang mereka amalkan adalah Mazhab al-Syafi‘i padahal yang benar
kebanyakannya ialah percampuran antara Mazhab al-Syafi‘i dan adat tradisi
tempatan.
Bagaimana Menghadapi Taqlid
Buta ?
Kembali
kepada kitabullah dan sunah Rasulullah saw. untuk mengambil aqidah shahihah,
sebagaimana para salafus saleh mengambil aqidahnya dari keduanya. Tidak akan
dapat memperbaiki akhir umat ini, kecuali apa yang telah memperbaiki umat
pendahulunya. Juga dengan mengkaji aqidah golongan sesat dan mengenal
syubhah-syubhah mereka untuk kita bantah dan kita waspadai, kerana siapa yang
tidak mengenal keburukan, ia dikhawatirkan terperosok ke dalamnya.
Jika
kalian ingin mempelajari lebih dalam ilmu agama, yang paling utama kita harus
mempelajari Al-Quran dan carilah hadits-hadits yang shahih misalnya dari
Bukhari dan Muslim. Jika ingin bertanya kepada orang yang berilmu, mintalah
pendapat dari banyak orang, jangan puas dengan satu jawaban dan mintalah
penjelasan disertai dengan firman Allah beserta hadits-hadits yang shahih.